Sel gamet wanita yang secara medis disebut sebagai sel telur atau ovum merupakan sel utama sistem reproduksi wanita. Sel tersebut sangat unik dan berbeda dengan sel tubuh manapun, bahkan dengan sel gamet pria (Spermatozoa).
Sejak tahap pembentukannya, sel tersebut telah tampak berbeda dari spermatozoa. Perkembangan dari sel-sel pembentuk ovum (Berawal dari sel yang secara medis disebut oogenium) telah dimulai sebelum seorang wanita dilahirkan.
Seluruh proses pembelahan dan perkembangan sel-sel pembentuk ovum hingga menjadi ovum matang yang siap untuk dibuahi dikenal dengan sebutan oogenesis.
Dimulai saat bulan ke-2 perkembangan embrio dalam rahim, sel-sel pembentuk ovum telah banyak melakukan pembelahan. Pembelahan terus berlanjut hingga akhir bulan ke-5 dan didapat sekitar 7 juta sel pembentuk ovum.
Hingga bayi wanita dilahirkan, sebagian besar sel pembentuk ovum akan mengalami kematian (Atresia) dan hanya sebagian saja yang terus berkembang dan mengalami pembelahan reduksi kromosom dan DNA (Pembelahan reduksi disebut dalam istilah medis: meiosis).
Pembelahan meiosis bertujuan agar jumlah kromosom anak yang dihasilkan bersama-sama dengan spermatozoa sama dengan jumlah kromosom pada individu normal (Yaitu 46 kromosom yang terdiri atas 44 kromosom tubuh dan 2 kromosom seks).
Bagaimana Sel Telur Wanita Diproduksi
Sesuai dengan yang telah dijelaskan pada bab sistem reproduksi pria, hal tersebut terkait dengan penyatuan kromosom ovum dengan kromosom yang dibawa oleh spermatozoa. Tiap-tiap ovum dan spermatozoa membawa 23 kromosom sehingga apabila disatukan membentuk 46 kromosom.
Meskipun fase pembelahan meiosis telah dimulai sebelum dilahirkan, tetapi fase pembelahan meiosis I tidak akan diselesaikan hingga masa pubertas. Saat dilahirkan, seluruh sel pembentuk ovum berada pada tahap profase pembelahan Meiosis I.
Saat pubertas, dengan rangsangan hormon-hormon yang dihasilkan kelenjar otak, Perkembangan sel pembentuk ovum yang terhenti saat kelahiran berlanjut hingga pembelahan meiosis I selesai dan pembelahan meiosis II dimulai.
Akan tetapi, sekali lagi pembelahan meiosis II terhenti pada tahap diploten dan keseluruhan proses perkembangan ovum baru akan dilanjutkan dan selesai saat ovum telah dibuahi oleh spermatozoa.
Pada tahapan sebelum dibuahi spermatozoa, ovum telah mengandung 23 kromosom yang terdiri atas 22 kromosom tubuh dan 1 kromosom seks.
Proses perkembangan ovum dari awal hingga akhir tersebut membutuhkan waktu sekitar 90 hari. Sama halnya dengan spermatozoa, kesempurnaan dari setiap prosesnya akan menentukan kesuburan seorang wanita untuk menghasilkan seorang anak.
Seluruh proses pembelahan dan perkembangan ovum terjadi pada ovarium. Ovarium merupakan organ genital yang berjumlah sepasang dan terletak di kanan dan kiri dari sistem reproduksi wanita.
Ovarium memiliki panjang sekitar 3 cm, lebar 2 cm, dan tebal 1 cm. Di dalam ovarium tersusun sel pembentuk ovum yang berkembang untuk melaksanakan fungsi reproduksi.
Selain menghasilkan ovum, ovarium juga disebut sebagai kelenjar utama reproduksi wanita karena menghasilkan hormon-hormon reproduksi seperti :
- Estrogen,
- Progesteron,
- Inhibin, dan
- Relaxin.
Seluruh hormon tersebut berkoordinasi dalam seluruh proses reproduksi, mulai dari oogenesis, implantasi embrio, kehamilan, hingga kelahiran seorang bayi hasil reproduksi.
Selain itu, estrogen dan progesteron juga berperan dalam pertumbuhan tanda seks sekunder seperti pertumbuhan payudara, dan pertumbuhan bulu kemaluan.
Hingga saat ini, belum diketahui penyebab pasti dari perkembangan ovum yang dimulai dan terhenti pada tahap-tahap tertentu sesuai dengan bertambahnya usia. Akan tetapi, patokan usia untuk masa pubertas pada wanita telah ditetapkan yakni sekitar 8-13 tahun.
Masa pubertas tersebut dimulai dengan pertumbuhan payudara (Telarche), pertumbuhan bulu kemaluan (Puborche), dan diakhiri dengan menstruasi pertama (Menarche).
Apabila keseluruhan proses tersebut terjadi lebih awal daripada batasan usia 8tahun, wanita tersebut dapat dikatakan mengalami pubertas dini.
Kelainan pada masa pubertas, baik berupa pubertas dini ataupun keterlambatan terjadinya pubertas, dapat diartikan sebagai ciri-ciri kelainan bawaan organ reproduksi wanita.