Sehatki.com – JAKARTA – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengakui, aksi perundungan memang benar kerap terjadi di area dunia kedokteran. Bahkan, aksi itu bak telah lama menjadi sebuah ‘budaya’.
Koordinator Junior Doctor Network (JDN) IDI, dr. Tommy Dharmawan mengatakan, pola aksi perundungan Rencana Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di dalam Indonesia telah terjadi sejak lama. Salah satunya, pola senioritas yang tersebut kurang baik serta paling banyak terjadi dalam PPDS Tanah Air.
“Pola bullying sudah ada terjadi sangat lama. Pola kultur seperti ini ada, kami tiada menafikkan,” ujar dr. Tommy di jumpa pers secara daring, Rabu (21/8/2024).
Dokter Tommy berharap, pola senioritas di PPDS dihapus. Ia mencontohkan, ada sebagian dokter yang tersebut tiada sanggup melakukan praktik di dalam suatu area akibat telah dikuasai oleh seniornya.
“Ada beberapa kultur senioritas yang dimaksud kurang baik. Ada PPDS yang digunakan tidaklah boleh praktik di dalam suatu wilayah dikarenakan telah ada seniornya, akhirnya (dokter junior) PPDS takut,” ungkapnya.
“Senioritas itu ada. Junior belajar dari senior, pola itu ada sistem perundungannya yang mana harus diputus,” lanjut dia.
Selain itu, dr. Tommy juga menyoroti PPDS yang mana tidak ada digaji, dan juga menurutnya menjadi hambatan yang mana ada dalam Indonesia.
Gaji sangat berpengaruh pada tindakan hukum perundungan, sehingga beberapa oknum dokter senior minta diberikan makan, minta diantar, hingga minta diberikan pelayanan pada luar akademis.
“Kalau PPDS diberi gaji, minimal merekan bisa jadi beli makan sendiri. Atau ketika anak sakit, bayangkan kontestan PPDS rentang usai 27 sampai 35 tahun, mereka harusnya udah punya penghasilan pada usia itu lalu berkeluarga. Bayangkan kalau anaknya sakit, keluarganya sakit, tidaklah ada pendapatan serupa sekali. Bagaimana selama ini merekan menghidupi diri sendiri,” tutur dr. Tommy.