Lemak intermuskular pada otot jadi indikator pemicu penyakit jantung

Sehatki.com – DKI Jakarta – Selama bertahun-tahun, para ahli kemampuan fisik telah terjadi memperdebatkan apakah Angka Massa Tubuh (IMT) adalah ukuran terbaik untuk kemampuan fisik seseorang.

Dilansir dari Medical Daily, Hari Senin (20/1), meskipun ukuran pinggang telah lama disorot sebagai faktor utama pada memprediksi penyakit jantung, sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan bahwa baik IMT maupun ukuran pinggang bukanlah prediktor utama.

Sebaliknya, faktor tersembunyi yakni lemak intermuskular, lemak yang tersimpan dalam pada otot mungkin saja menjadi indikator risiko penyakit jantung yang digunakan tambahan akurat.

Para peneliti mencatatkan bahwa merekan yang tersebut memiliki jumlah agregat lemak jenis ini lebih tinggi tinggi menghadapi risiko kematian lalu rawat inap yang tersebut lebih lanjut besar akibat serangan jantung atau gagal jantung, terlepas dari IMT atau ukuran pinggang.

"Obesitas sekarang menjadi salah satu ancaman global terbesar bagi kemampuan fisik kardiovaskular, namun indeks massa tubuh – metrik utama kami untuk mendefinisikan obesitas lalu ambang batas untuk intervensi – tetap memperlihatkan menjadi penanda prognosis kardiovaskular yang tersebut kontroversial kemudian cacat. Hal ini khususnya berlaku pada wanita, dalam mana indeks massa tubuh yang digunakan tinggi dapat mencerminkan jenis lemak yang digunakan lebih tinggi 'jinak'," kata Profesor Viviany Taqueti, yang digunakan mengatur penelitian yang disebutkan pada rilis berita.

Studi ini menganalisis bagaimana komposisi otot dan juga lemak yang dimaksud berbeda memengaruhi pembuluh darah kecil atau "mikrosirkulasi" jantung juga memengaruhi risiko terjadinya gagal jantung, serangan jantung, dan juga kematian.

Penelitian ini melibatkan 669 pasien di dalam Rumah Sakit Brigham and Women's, dengan usia rata-rata 63 tahun, yang dinilai untuk nyeri dada atau sesak napas tetapi tiada memiliki bukti penyakit arteri koroner obstruktif.

Pasien menjalani pemindaian PET/CT jantung untuk mengevaluasi fungsi jantung lalu pemindaian CT untuk menganalisis komposisi tubuh, termasuk distribusi lemak dan juga otot di dalam batang tubuh. Peneliti memperkenalkan pengukuran baru yang mana disebut fraksi otot berlemak, yang digunakan mengukur rasio lemak intermuskular terhadap total otot dan juga lemak.

Peserta ditindaklanjuti selama sekitar enam tahun untuk memeriksa hasil termasuk rawat inap kemudian kematian akibat serangan jantung atau gagal jantung.

Analisis yang dimaksud mengungkapkan bahwa kadar fraksi lemak otot yang tersebut tambahan tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko disfungsi mikrovaskular koroner (CMD) sebesar dua persen kemudian risiko penyakit jantung serius di area masa mendatang sebesar tujuh dewi lebih lanjut tinggi, dengan setiap peningkatan fraksi lemak otot sebesar satu persen terlepas dari faktor risiko lalu BMI lainnya.

"Dibandingkan dengan lemak subkutan, lemak yang dimaksud tersimpan di tempat otot dapat menyebabkan peradangan juga pembaharuan metabolisme glukosa yang menyebabkan tahanan insulin kemudian sindrom metabolik. Pada gilirannya, gangguan kronis ini dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah, termasuk yang dimaksud memasok darah ke jantung, lalu otot jantung itu sendiri," ujar Taqueti.

Leave a Reply