Stres dan gelisah ternyata berhubungan dengan kemampuan pria menghasilkan sperma yang berkualitas. Pria yang memiliki tingkat stres yang tinggi dan sering gelisah cenderung memiliki kualitas sperma yang buruk, lambat bergerak dan volumenya sedikit.
Demikian kesimpulan sebuah penelitian terbaru menyangkut kesuburan pria yang dilakukan oleh sekelompok ahli dari European Hospital.
Sperma adalah sel zigot jantan yang membawa pesan-pesan genetik pria yang bertugas untuk membuahi sel telur wanita.
Agar sperma tersebut bisa sampai dengan selamat dan membuahi sel telur, dia harus memenuhi standar kualitas tertentu. Sperma yang tidak berkualitas akan gagal dan keluar kembali dari vagina.
Kualitas sperma bisa diketahui dengan memperhatikan volume, gerak dan jumlahnya. Sperma yang lincah dan bergerak cepat tentu jauh lebih baik daripada sperma yang lambat. Jika tidak memenuhi standar, maka kecil kemungkinan terjadi pembuahan.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi baik buruknya kualitas sperma pria, salah satunya adalah faktor psikis atau kejiwaan. Pentingnya mental yang positif sudah beberapa kali diutarakan oleh para ahli. Jiwa yang sehat akan membuat tubuh memproduksi sperma yang berkualitas, demikian juga sebaliknya.
Faktor Psikis Mempengaruhi Kualitas Sperma
Sebuah penelitian terbaru kembali menegaskan hal tersebut. Beberapa peneliti dari European Hospital mengatakan bahwa stres dan jiwa yang gelisah akan menyebabkan kualitas sperma buruk.
Penelitian tersebut melibatkan 94 responden pria yang mengunjungi klinik kesuburan. Dan sebagai pembanding, para peneliti itu juga mengamati 85 laki-laki lain yang sehat dan tidak memiliki masalah kesuburan sama sekali. Semua partisipan diminta memberikan sampel spermanya untuk dilakukan analisis sperma di laboratorium.
Sementara itu, sebuah tes khusus dilakukan untuk memeriksa tingkat stres para partisipan. Dan hasilnya diketahui terdapat 28 pria berada di level stres yang rendah, sementara 40 lainnya memiliki tingkat stres yang tinggi.
Setelah memperoleh hasil analisa sperma dan tingkat stres peserta, peneliti kemudian membandingkan keduanya dan menemukan bahwa sel sperma dari pria dengan tingkat stres tinggi memiliki sperma dengan motilitas atau gerak yang lambat, malas bergerak, serta volume dan jumlah yang sedikit.
Artinya kualitas sperma pria yang sedang mengalami kegelisahan dan stres lebih buruk daripada pria yang tenang dan damai. Menurut para peneliti tersebut stres mempengaruhi langsung kesuburan pria.
“Kesimpulan kami, stres dan kegelisahan adalah faktor yang penting dalam sistem kesuburan pria,” sebagaimana dituliskan dalam laporan mereka di jurnal Fertility and Sterility.
Meski demikian, para peneliti mengungkapkan perlunya dilakukan pengamatan yang lebih luas untuk mendapatkan hasil yang lebih valid. Bisa jadi kecenderungan tersebut hanya dialami oleh pria yang memang mengalami masalah kesuburan. “Pada umumnya stres dan kegelisahan tidak mempengaruhi pria normal,” ujar Tina Jensen, seorang ahli kesuburan dari Copenhagen.
Stres selain menyebabkan disfungsi ereksi pada pria juga dapat mengganggu kesehatan dan menimbulkan penyakit berbahaya. Penelitian tentang kesuburan oleh para ahli di atas membuktikan bahwa stres dan kegelisahan ternyata juga dapat menyebabkan kualitas sperma menjadi buruk.